Prodi Pendidikan Tari UNJ dan MGMP Seni Budaya DKI Jakarta Gelar Webinar Perdana, Bahas Penilaian Unjuk Kerja Siswa Berbasis Daring

[easingslider id=”693″]

Program Studi (Prodi) Pendidikan Tari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) menyelenggarakan webinar perdana dengan para pengurus Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Seni Budaya Sekolah Menengah Pertama (SMP) DKI Jakarta pada Sabtu, 26 September 2020. Pertemuan tersebut merupakan bagian dari program pengabdian kepada masyarakat yang diselenggarakan secara tahunan oleh Prodi Pendidikan Seni Tari UNJ. Korprodi Pendidikan Tari, Ibu Dr. Dwi Kusumawardani, M.Pd. memberi arahan pada pembukaan webinar dalam rangka kegiatan Pengabdian Masyarkat tersebut.

Pertemuan yang dilaksanakan melalui daring tersebut membahas solusi bagi para guru SMP, khususnya mata pelajaran seni budaya untuk melakukan penilaian pada proses pembelajaran jarak jauh. Hal ini terkait dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia yang menerapkan kebijakan pembelajaran jarak jauh di tengah situasi pandemi Covid-19. Pertemuan tersebut menghadirkan tiga narasumber yang merupakan tim ahli Pembelajaran Jarak Jauh, Ibu Dr. Dinny Devi Triana selaku ketua tim ahli diberikan kesempatan untuk menyampaikan materi pada sesi pertama. Adapun sesi pertama tersebut membahas penilaian unjuk kerja khusus seni. Sementara itu, pada sesi kedua materi disampaikan oleh Rivo Panji Yudha yang membahas penilaian pembelajaran di era new normal, dan pada sesi ketiga materi disampaikan oleh Bambang Prasetya Adi yang membahas penilaian berbasis jaringan. Selain dihadiri guru-guru SMP yang berasal dari berbagai daerah di DKI Jakarta, pertemuan tersebut juga turut dihadiri oleh Ketua Pendidikan Prodi Pendidikan Seni Tari, Ibu Dr. Dwi Kusumawardani, M.Pd dan Ketua Pengurus MGMP Seni Budaya SMP DKI Jakarta Ibu Ainul Wardah.

 

Penilaian Unjuk Kerja Khusus Seni

Sesi pertama dibuka dengan pembahasan mengenai enam keterampilan penting yang harus ditanamkan guru kepada siswa di abad ke-21. Enam keterampilan yang mengacu pada Standar Teknologi Pendidikan Nasional untuk Siswa tersebut yakni; kreativitas dan inovasi, komunikasi dan kolaborasi, penelitian dan kelancaran informasi, berpikir kritis dan pemecahan masalah dalam mengambilan keputusan, kewarganegaraan digital, dan operasi teknologi. Dr. Dinny Devi Triana, M.Pd, yang juga merupakan dosen mata kuliah Evaluasi Pembelajaran, mengungkapkan alasan mengapa dirinya tergerak untuk membuat sistem penilaian unjuk kerja berbasis web. Menurutnya, jumlah siswa yang sangat banyak membuat sistem belajar daring yang selama ini dilakukan menjadi tidak lagi efektif. “Saya seringkali menerima keluhan dari para guru-guru yang kesulitan dalam menilai hasil belajar praktik yang dilaksanakan siswa. Mereka seringkali mengeluh mengenai ponsel pintarnya yang error dikarenakan banyaknya file yang diunggah oleh siswa,” ujar dosen Prodi Pendidikan Seni Tari tersebut. Selain itu, beliau juga menunjukan beberapa video dari kanal Youtube yang berisi mengenai sistem penilaian dnegan menggunakan metode level atau tingkat kesulitan dalam pembelajaran seni yang telah diterapkan di negara-negara maju. Penggunaan platform yang dekat dengan generasi muda seperti Instagram dan majalah seperti yang sudah diterapkan di negara-negara maju juga dinilai penting untuk proses penyampaian materi pembelajaran kepada siswa.

 

Penilaian Pembelajaran di Era New Normal

Pada sesi kedua, Rivo sebagai pembicara mengemukakan lima aspek kompetensi yang harus dimiliki guru untuk menyelenggarakan asesmen dengan baik. Lima aspek yang meliputi belajar (learning), berlatih (practicing), berkarya (creating), dan persembahan sajian (presenting) tersebut dinilainya banyak mengalami kendala ketika pandemi melanda. Maka dari itu, menurut Rivo, perlu adanya inovasi lebih lanjut untuk memaksimalkan proses asesmen melalui digital dan virtual.

“Penting sekali bagi kami serta pemerintah untuk menstimulus para guru, khususnya di daerah-daerah untuk lebih berinovasi dan berkarya tidak hanya secara konvensional, tetapi juga digital dan virtual. Kemungkin di era selanjutnya, pembelajaran secara konvensional akan dilakukan lebih sedikit,” tuturnya. Lebih lanjut, Rivo juga mengemukakan aspek pelaksanaan asesmen secara daring agar tetap bermutu. “Ada tiga aspek yang harus dilakukan ketika pembelajaran daring agar asesmen tetap berkualitas. Pertama adalah mengutamakan literasi dan numerasi sebagai kompetensi yang dituntut oleh Asesmen Kompetensi Minimum (AKM), kedua adalah memaksimalkan asesmen berbasis unjuk kerja, dan terakhir adalah menghindari asesmen yang bisa ditiru atau dicontek,” terang Rivo.

 

Penilaian Berbasis Jaringan

Pada sesi ketiga, Bapak Bambang Prasetya Adi selaku pemateri, menyinggung soal Learning Managament System (LMS). LMS menurut beliau merupakan platform yang dapat digunakan untuk menyelenggarakan pembelajaran dan asesmen secara daring. Moodle, Schoology, Edmudo dan Google Classroom adalah beberapa dari banyak platform yang bisa dimaksimalkan. Selain itu, beliau juga mempresentasikan tangkapan layar mengenai metode pembelajaran daring melalui platform Moodle. Lebih lanjut, Bambang juga menekankan pentingnya evaluasi kembali setelah pembelajaran dan penilaian secara daring diselenggarakan. Dalam hal ini, Bambang menunjukkan beberapa contoh statistik yang menunjukkan hasil evaluasi dari kegiatan belajar mengajar tersebut, seperti feedback apa yang diberikan guru dalam melakukan penilaian unjuk kerja siswa dan presentase jumlah platform yang digunakan guru-guru.

 

Sesi Tanya Jawab

Selain ketiga sesi inti acara, pertemuan tersebut juga menghadirkan sesi tanya jawab. Hikmah, salah satu peserta pertemuan yang berasal dari SMPN 103 Jakarta, bertanya mengenai bagaimana melakukan penilaian yang berorientasi pada kualitas pengumpulan tugas siswa secara daring. Rivo selaku pemateri pun memiliki pandangan bahwa kualitas pengumpulan tugas tidak terpaku dengan benar atau salah, melainkan keaktifan siswa dalam kelompok diskusi daring.

“Saya tidak akan melihat hasil tugas mereka benar atau salah, melainkan saya akan membebaskan mereka, bagaimana mereka menyampaikan ide kreatif dan seaktif apa mereka di dalam kelompok diskusi tersebut. Menurut saya, mengerjakan tugas menggunakan kertas dan pensil saja akan sangat membosankan bagi siswa,” tutur Rivo.

Selain para guru, pertemuan tersebut juga dihadiri oleh mahasiswa. Salah satu mahasiswa peserta, Naura Melati menanyakan bagaimana penialaian kognitif ketika pembelajaran dilakukan secara daring. Menanggapi hal tersebut, Rivo beranggapan bahwa proporsi penilaian kognitif dalam metode unjuk kerja tidak terlalu besar.

“Misalkan kita ambil contoh praktek tari topeng, kita bisa menyelipkan aspek kognitif dalam praktek tari tersebut. Sebelum mempraktekan tari topeng, mereka bisa ditanyai dulu mengenai definisi tari topeng dan lain sebagainya,” jelasnya.

 

Selanjutnya kegiatan ditutup dengan memberikan doorprize kepada peserta yang aktif dan kritis. Door prize yang diberikan berupa 2 buah buku yang ditulis Dinny Devi Triana, yaitu Buku Alat Ukur Kecerdasan Kinestetik dalam Tari, dan buku Penilaian Kelas Dalam Pembelajaran Tari. Doorprize diberikan kepada Hikmah dan Yuhaslinda. Di akhir penghujung kegiatan peserta berharap akan ada kegiatan yang menunjang pada kompetensi guru di bidang seni lainnya. (IS)