Kegiatan hari keempat KKL Prodi Pendidikan Musik Angkatan 2018

Pada hari keempat, Kamis 29 April 2021 dilakukan kegiatan Workshop dengan tema “Titi Laras dan Vokal Karawitan Sunda” yang disampaikan oleh Dinar Rizkianti (Teh Dinar), yang dimana Teh Dinar sendiri merupakan Musisi (terkhusus dalam bernyanyi), seorang komponis, pengajar seni budaya dan pelatih musik. Beliau menjelaskan tentang macam-macam unsur musik sunda seperti laras, patet, dan surupan. Laras termasuk salah satu unsur penting yang ada kaitannya dengan penyajian gamelan saléndro karena lagu-lagu yang dinyanyikan dalam karawitan Sunda menggunakan banyak laras. Laras menjadi kerangka acuan sekaligus bingkai untuk menafsir sistem nada yang melekat atau relevan dengan lagu, gending atau pun iringan lagunya Patet adalah penetapan tinggi raras dominan(dasar = patokaningraras) dan tonika (tutugingraras = rénaningraras) dari suatu lagon atau lebih untuk menentukan tinggi rendahnya atau besar kecilnya (ageung-alit) lagon-lagon itu. Lagon sendiri diartikan sebagai letaknya tonika dan dominan dalam pasieupan/tangga nada. Dalam konsep patet, posisi lagu yang ditandai oleh angka romawi (I, II, III, IV, dan V) memiliki peranan yang sangat penting kaitannya dalam pembentukan gending-gending di Sunda. Posisi lagu adalah posisi yang menunjukkan letak nada yang fungsinya sebagai nada Pancer, Pangagét, Kenongan, dan Gongan. Keempat fungsi ini sebagai kunci pokok untuk menabuh gamelan pélog saléndro. Surupan adalah konsep pergeseran tinggi rendahnya nada dasar yang menentukan fungsi nada sebagai nada pokok atau nada sisipan (Suparli, 2010: 159). Meskipun surupan berfungsi w sebagai pergeseran tinggi rendah nada dasar, namun hadirnya berbagai surupan dalam laras atau gending yang sama, dapat berpengaruh terhadap berbagai aspek karawitan yakni terhadap gending, garap setiap waditra, karakter lagu, serta nuansa musikal yang dihasilkan.

Vokal dalam karawitan sunda biasa disebut sekar. Berdasarkan bentuknya sekar terbagi menjadi 2 jenis, yakni sekar irama merdika (bebas wirahma) dan sekar tandak. Sekar dalam karawitan sunda dapat disajikan secara individu/solo, yang dikenal dengan sebutan Anggana Sekar, maupun secara berkelompok, yang dikenal dengan sebutan Rampak Sekar (unison) dan Layeutan Swara (beberapa tahapan suara). Narasumber juga menyampaikan materi tentang beberapa jenis pupuh. Pupuh secara konvensional, atau pada tradisinya, biasanya disajikan dalam sekar irama merdika tanpa iringan atau hanya dengan iringan kacapi sebagai penuntun sekar dan nada yang dinyanyikan. Pemilihan laras dalam pupuh disesuaikan dengan watek pupuh itu sendiri, agar mampu merepresentasikan pesan tersirat dalam syair pupuh dengan baik. Pupuh Raehan Yus Wiradiredja merupakan salah seorang praktisi dalam tembang sunda cianjuran yang telah diakui kiprah dan kompetensinya dalam tembang sunda cianjuran. Ia lahir di Cianjur, 5 April 1960, yang merupakan putra dari R. Mardiati dan R.A. Hanafiah Wiradiredja, yang masih memiliki garis keturunan R.A. Wira Tanu I (Dalem Cikundul) yang merupakan salah satu tokoh tembang sunda cianjuran. Pupuh raehan merupakan pupuh yang telah mengalami perubahan dengan cara digubah atau diaransemen. Perlu digaris-bawahi bahwa perubahan yang terdapat pada pupuh raehan Yus Wiradiredja, selain pada segi sastra, perubahan yang paling dominan dapat dirasakan dari segi musikal dan bentuk pertunjukannya. Pupuh raehan merupakan salah satu produk kreatif yang dibuat sebagai upaya untuk mengimbangi perkembangan zaman, dengan tentunya tidak mengabaikan nilai-nilai esensial di dalamnya. Pupuh raehan sebagai antisipasi globalisasi. Pupuh raehan merangsang ranah afektif dan pskimotorik generasi muda, sebelum nantinya timbul ketertarikan untuk mempelajari lebih dalam mengenai pupuh (ranah kognitif)