Program Studi (Prodi) Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI), Fakulas Bahasa dan Seni (FBS), Universitas Negeri Jakarta (UNJ) menggelar seminar bertajuk Arsitektur Betawi sekaligus untuk membuka pertemuan ke-6 mata kuliah wajib peminatan angkatan 2017. Acara ini berlangsung pada Kamis, 25 Maret 2021, pukul 12.40 s.d 14.30 WIB. Pemaparan dipandu oleh mahasiswa Angkatan 2017 sekaligus membuka acara dalam seminar tersebut. Rangkaian acara berlangsung kemudian sambutan dari Koorprodi PBSI, Dr. Siti Ansoriyah, M.Pd., yang mengucapkan terima kasih kepada penyelenggara serta dosen pengampu mata kuliah peminatan Kebetawian yaitu Dr. Sam Mukhtar Chaniago, M.Si., dan didampingi istri tercinta yaitu Dr. Tuti Tarwiyah.

Narasumber dalam acara ini yaitu Ar. Dorri Herlambang, IAI, ahli arsitektur Betawi. Beliau menjelaskan bahwa arsitektur Betawi sebagai kreativitas para leluhur. Terinspirasi dari alam maupun lingkungan fisik dan sosial. Pada kesempatan tersebut dijelaskan bahwa akulturasi arsitektur Betawi dengan etnis Tionghoa. Ada perbedaan antara arsiteksur rumah tradisional Betawi dengan arsitektur tradisonal Betawi Keturunan. Arsitektur rumah tradisional Betawi dapat dilihat dari dua aspek, yaitu organisasi ruang dan bentuk. Jika dilihat dari organisasi ruang, rumah satu dengan rumah lainnya dapat memiliki perbedaan dari segi perletakkan ruangan-ruangannya. Setiap rumah tradisional Betawi tetap memiliki ruangan- ruangan yang sama yang menjadi ciri khas dari rumah tradisional Betawi. Rumah Betawi ini terbagi menjadi tiga yaitu rumah gudang, rumah joglo, dan rumah kebaya/bapang.

Arsitektur tradisional Betawi Keturunan merupakan perpaduan antara rumah tradisional Betawi dan rumah tradisional Tiongkok. Pada rumah tradisional Betawi keturunan, pembagian ruangan-ruangannya masih menggunakan pembagian ruang yang terdapat pada rumah tradisional Betawi asli namun ditambah ruang-ruang lainnya yang menjadi ciri khas dari rumah tradisional etnis Tionghoa, yaitu adanya ruang meja abu. Ragam hias tidak dikenal di rumah tradisional Betawi Keturunan. Hal ini diduga sesuai dengan maksud semula ketika mendirikan rumah dengan bentuk seperti itu, yaitu untuk menyembunyikan diri dari kejaran Belanda, sehingga dipilih bentuk tampilan rumah yang paling sederhana, yang biasa digunakan oleh masyarakat Betawi perekonomian rendah.

Beliau juga menambahkan bahwa arsitektur Betawi ini menggunakan kayu sebagai bahan utama dan perpaduan atau akulturasi dari etnis melayu. Beliau menjelaskan bahwa gigi balang berupa papan kayu bentuk segitiga dan bulatan. Ornamen segitiga berjajar menyerupai gigi belalang yang mempunyai filosofi antara hubungan Tuhan, manusia, dan lingkungan. Sekarang gigi balang ini menjadi salah satu dari ikonik arsitektur Betawi.

Dalam upaya melestarikan dan mengembangkan budaya Betawi pemerintah DKI Jakarta yang disebut Politik Kawil sebagai regulasi yang harus dijalani pemerintah daerah maupun masyarakat. Jakarta harus mempunyai identitas yaitu dengan menerapkan nilai-nilai lokal atau kearifan lokal. Seperti arsitektur Betawi yang dapat diterapkan di berbagai unsur bangunan, salah satunya di jembatan penyeberangan orang di daerah Senen yang memiliki ciri khas pada desainnya yakni motif tumpal tombak memiliki lebar 5 meter dan panjang 11,5 meter. Selain itu, terdapat gigi balang yang dibuat secara kontemporer.

Berbicara mengenai rumah Betawi, tipologisasi terhadap pembentukan rumah yang tidak memiliki tipe berdasarkan geografi. Misal, bentuk atap joglo, limasan, atap bapang/kebaya, dan sebagainya itu semua terdapat di daerah Betawi pinggiran, pesisir, maupun tengah. Namun, secara geografis yang membedakan hanya di bagian panggung rumah saja antara Betawi pesisir dan Betawi tengah. Selain dalam bentuk atap dan bagian panggung, pada bagian lantai juga dapat dibedakan, seperti di Betawi pesisir memiliki bentuk panggung untuk menghindari air laut atau hewan laut, sedangkan Betawi tengah memiliki desain lantai yang sudah modern yaitu ubin keramik.