Program Studi (Prodi) Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI), Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Jakarta pada Jumat, 16 April 2021, pukul 12.45 s.d. 14.20 WIB menggelar seminar Kajian Bahasa dan Budaya Betawi yang keenam dan berkolaborasi dengan narasumber Ibu Anisa Diah serta dosen Pengampu Bapak Sam Mukhtar Chaniago dan Ibu Tuti Tarwiyah menghadirkan tema masyarakat Betawi pada umumnya yaitu mengenalkan “Kuliner Betawi” yang bertajuk makanan khas Betawi dengan eksistensi yang ada di dalamnya. Pada kesempatan seminar kali ini juga dengan menggunakan tatap maya melalui Zoom Meetings acara dipandu oleh tim presentasi mahasiswa angkatan 2017 yang mengambil mata kuliah peminatan Kebetawian yang memaparkan topik kuliner yang ada dalam betawi.

Pemaparan mahasiswa mencakup pengaruh budaya asing dalam makanan Betawi, pusat kuliner di Jakarta, serta makanan khas Betawi yang memiliki berbagai jenis di antaranya soto betawi, soto tangkar, asinan betawi, laksa betawi, kerak telor, nasi uduk, nasi ulam, gabus pucung, sayur babanci, sayur besan, ketoprak, semur jenkol, ayam samyok, bubur ase, kue tete, dodol betawi, putu mayang, selendang mayang, kue geplak, sengkulun, roti buaya, kue pancong, es gabus, dan kembang goyang. Setelah sesi tanya jawab berlangsung Moderator melanjutkan pembicaraan dengan narasumber yang menitiberatkan kepada pernyataan dari pemaparan mahasiwa kelompok kuliner. Setelah diberikan kesempatan dari moderator kemudian Bu Anisah memberikan tanggapannya terhadap hasil presentasi dan memperbaiki pernyataan dari para mahasiswa yang sebaiknya dapat membedakan terlebih dahulu antara masakan dengan makanan.

Beliau memberikan contoh perbedaan antara masakan dan makanan sebelum membahas tentang kuliner betawi. Menurut beliau ada perbedaan mendasar terkait masakan dan makanan dan ini disebabkan faktor jenisnya. Masakan itu tergolong masakan berat, sedangkan makanan itu tergolong makanan ringan. Masakan berat itu, contohnya nasi uduk, nasi ulam, nasi kuning dan sebagainya yang mengandung sebuah proses yang banyak dan berat untuk keperluan makan pada umumnya pada hari besar atau raya. Untuk makanan ringan sendiri terdiri atas kue. Kue kering dan basah. Kue kering meliputi kembang goyang, akar kelapa, dan biji ketapang.  Kue basah terdiri atas kue sengkulun, kue ape, dan kue pepe.

Kue ape dan pepe memiliki perbedaan. Kue pepe berlapis-lapis terbuat dari tepung sagu dan tepung beras. Kue pepe ini yang sering dikopekope kalau dibilangnya memiliki variasi warna juga berlapis lapis juga memiliki variasi warna hijau serta merah. Untuk Nasi Ulam sendiri itu, nasi yang tidak basah dan tidak dicampur dengan kuah akan tetapi di di dalamnya mengandung bumbu-bumbu ulam untuk menambah cita rasa dan kenikmatan, serta menggunakan campuran ikan pepes juga ikan teri.

Pengaruh dari budaya luar berkaitan tentang makanan hanya bumbu yang melengkapi masakan tersebut bukan bahan utuh makanan seperti semur jengkol yang sudah dijelaskan sebelumnya. Bumbu ini ada yang terpengaruh dengan budaya luar seperti Arab. Secara penamaan saja, misal semur itu terpengaruh budaya luar akan tetapi untuk semur jengkol sendiri khusus makanan tersebut memang bercirikan khas masyarakat Betawi. Pembuatan semur betawi memang berbeda dari daerah Jawa atau Sunda. Pembuatannya sendiri memiliki beberapa tahapan dari mulai dikukus, digoreng, digeprek, baru dibumbuin lagi. Bumbunya saja yang terpengaruh budaya luar seperti pala, lada, dan cengkeh yang terpengaruh budaya luar.

Beliau juga menegaskan bahwa khusus untuk makanan khas Betawi, sayur babanci juga merupakan khasnya Betawi saja tidak ada di daerah lain. Sayur ini biasa disajikan dengan lontong atau ketupat, juga kuah khas betawinya. Sayur babanci ini juga terpengaruh oleh distrik perbedaan wilayah yaitu betawi pinggiran, tengah, dan pesisir. Sayur babanci ini biasanya hanya khusus untuk Betawi tengahan (kota) sebab sulit ditemui untuk daerah Tangerang, Bekasi, Depok. Sayur ini terdiri atas daging atau tetelan sapi, serta kelapa muda. Sayur ini menggunakan kelapa muda dan segala bumbu dimasukkan ke sayur ini maka disebut dengan Babanci.

Kuliner Betawi yang jarang ditemukan menurut narasumber juga harus dikenal masyarakat dan awam sebaiknya mencicipi. Sama dengan babanci untuk gabus pucung sendiri juga hanya ada di Betawi pinggiran, masyarakat tengah dan pesisir tidak mengenal kuliner ini sebab bahan dari gabusnya sukar ditemukan, biasanya hanya di daerah Depok dan Rawa Lumbu. Makanan lain yang beda karena perbedaan distrik wilayah itu Laksa. Laksa untuk Betawi pinggiran itu terpengaruh dengan daerah Bogor yang memakai oncom. Untuk Betawi tidak menggunakan oncom, biasanya untuk hajatan pernikahan dengan menggunakan ikan, udang, teri juga ayam. Sayur yang langka hanya ada di daerah Ciputat itu dengan bahan trubuk, trubuk ini hanya ada di pasar sekitar daerah Ciputat dan dinamakan sayur besan karena biasanya ini digunakan untuk acara pernikahan.

Salah satu makanan Betawi itu ali bagente dan tidak ada di daerah lainnya. Makanan ini berupa nasi kerak atau nasi kering yang dijemur. Nasinya digoreng dan diberi gula merah lalu dikeringkan dan  dicetak sebagai camilan. Pada akhir seminar ini tambahan dari dosen pengampu yaitu Bapak Sam dan Ibu Tuti sebagai sebuah eksistensi budaya yang mendasari ciri khas budaya Betawi lokal sepatutnya masyarakat Betawi selalu menyebarkan dan memperluas keingintahuan masyarakat mengenai makanan khas Betawi yang wajib dikenalkan, dicoba, dilestarikan, menjadi sumber nilai ekonomis masyarakat, serta mengedukasi masyarakat sekitar untuk mencintai makanan kebetawian dengan mencantumkan dalam kanal media sosial seperti Youtube, aplikasi media sosial lainnya, serta dapat mempromosikan menjadi konten berciri khas kebudayaan lokal Betawi yang secara langsung dapat dipertontonkan masyarakat banyak agar hasrat dan kemauan kuliner Betawi dapat terus lestari serta terjaga.

Seminar ini diakhiri dengan sesi foto bersama, ucapan rasa terima kasih kepada narasumber, serta salam pamit penuh kehangatan.