Pada pekan kelima dalam Mata Kuliah Kajian Bahasa dan Budaya Betawi (KBBI) Mahasiswa Program Studi (Prodi) Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) angkatan 2017 menggelar seminar Kajian Budaya Betawi, 1-2 April 2021, pukul 12.40 s.d. 14.30 WIB dengan menghadirkan narasumber alumni Bahasa dan Seni UNJ 2009 yaitu Bapak Firmansyah, S.Pd. Pada kesempatan kali ini, beliau didampingi dosen pengampu mata kuliah Bahasa dan Budaya Betawi, Dr. Sam Muchtar Chaniago, M.Si., dan Dr. Tuti Tarwiyah Adi. Beliau hadir dalam dua sesi perkuliahan tatap maya dengan menggunakan media WhatsApp Grup dan sesi kedua menggunakan Zoom Cloud Meetings.

Acara ini berlangsung dengan teknis pemaparan materi dari kelompok Teater Lenong yang menjelaskan perbedaan lenong denes dan lenong preman, serta menunjukkan video Youtube tentang perbedaan dua hal dalam lenong, topeng blantek, cipeng dan jinong, wayang kulit Betawi.  Sesi berikutnya, tanya jawab oleh beberapa mahasiswa terkait lenong Betawi. Beliau mempertegas bahwa dalam lenong harus terdapat kolaborasi antara musik dan teater. Tidak dapat disebut lenong jika tidak ada musik gambang keromong, semuanya harus berkolaborasi menjadi satu. Gambang keromong tidak boleh diganti dengan kaset atau drum yang tidak mencirikan adanya musik di dalamnya, semuanya harus selaras dan seirama.

Beliau juga memaparkan kembali perbedaan lenong denes dan lenong preman. Lenong Denes ada pada 1930 sampai 1950-an. Perkembangan ini akhirnya membuat masyarakat merasa senang dengan adanya permainan lenong yang disebut dengan opera ini. Karakteristik lenong denes adalah pemainnya harus dapat menyanyi, silat sebab dalam adegan perannya, setiap ada kesenangan atau kesedihan selalu dengan cara bernyanyi. Lenong ini pun kini mulai langka dan jarang digemari masyarakat Betawi sebab dalam permainan lenong ini banyak mengunakan cerita bangsawan, dongeng 1001 malam, serta banyak hal yang berkaitan dengan masa penjajahan kolonial Belanda.

Kakteristik lain dari lenong denes ini menggunakan bahasa bahasa melayu tinggi. Adapun tampilan lenong ini biasanya berjudul Hikayat Bangsawan, Jula-Juli Bintang Tujuh, dan melayu tinggi lainnya. Masyarakat Betawi pascamerdeka mulai beralih ke lenong  yang memberian unsur hiburan, rekreasi pikiran, serta halal yang dapat menciptakan suasana rileks yang disebut sebagai lenong preman.  Beliau melanjutkan kembali dengan penciri dari lenong preman ini yaitu permainan silat dan musik gambang rancag. Lenong preman lebih merakyat dan semua kalangan dapat masuk di dalam. Biasanya menceritakan kehidupan sehari hari serta menanamkan etika moral hidup dalam keseharian.

Lenong preman menggunakan bahasa Betawi dalam pementasannya sehingga terjadi keakraban antara pemain dan penonton. Banyak penonton yang memberi respons spontan dan pemain menanggapi. Dialog dalam lakon lenong umumnya bersifat polos dan spontan sebab cerita yang dibawakan tentang masalah sehari-hari serta kostum atau pakaian yang  digunakan adalah pakaian sehari-hari. Narasumber juga menjelaskan topeng atau blantek.

Topeng dalam bahasa Betawi mempunyai tiga arti, yaitu kedok penutup wajah, teater atau pertunjukan, dan primadona atau penari. Topeng yang dimaksud di sini yaitu pertunjukan atau teater rakyat Betawi. Lagu yang dimainkan khas daerah pinggir Jakarta. Nama lagunya antara lain: Kang Aji, Sulamjana, Lambangsari, Enjot-enjotan, Ngelontang, Glenderan, Gojing, Sekoci, Oncom Lele, Buah Kaung, Rembati, Lipet Gandes, Ucing-Ucingan, Gegot, Gapleh, Karantangan, Bombang, dan lain-lain. Beliau juga menjelaskan tentang Blanthek. Pada perkembangannya, blantek memiliki identitas sendiri. Musik pengiringnya rebana biang. Di awal pertunjukan dibawakan lagu-lagu zikir dan selawat. Kreativitas berkembang dengan menampilkan tari blenggo, pencak silat, dan sulap. Pertunjukan blantek merupakan campuran antara tari, nyanyi, guyonan, dan lakon.

Sehari sebelum melakukan acara ini, kelompok Budaya Musik Betawi juga melakukan presentasi terkait dengan musik Betawi. Hal yang dijelaskan oleh kelmpok musik Betawi antara lain pengenalan alat musik Betawi seperti rebana, tanjidor, gong, gendang, kemong, keroncong tugu, gambus, akoredon, gitar, kecrek, kempul, ketuk, klarinet, kongahyan, mandolin, ning nong, rebab, sukong, tehyan, terompet, dan trombon. Selain itu, memperkenalkan estambul musik seperti orkes samrah dan orkes gambus serta salah satu pengiring musik lenong yaitu gambang keromong.

 Sebelum acara ditutup sesi berikutnya tentang pandangan dari dosen pengampu yaitu Dr. Tuti Tarwiyah Adi. Beliau menjelaskan tentang lenong yang menerapkan budaya yang santun serta penuh dengan etika. Beliau juga mengungkapkan gagasan tentang lenong yang beradab. Lembaga Kebudayaan Betawi bersinergi untuk menciptakan lenong yang dapat menjaga nilai-nilai, karakter dalam kehidupan, serta menggunakan bahasa yang mengandung unsur kesopanan dalam berbahasa. Mengurangi kalimat yang kotor, jorok, bahkan menghilangkan kata serta kalimat yang berbau vulgar. Mahasiswa yang nanti mempraktikkan Lenong alangkah lebih baiknya menambahkan nilai plus dalam pendidikan karakter agar semua hiburan memiliki manfaat sekaligus dapat mendapatkan kesenangan yang menyegarkan. Acara ini ditutup dengan sesi foto bersama.