Abdul Chaer : Riset Kebahasaan Betawi Harus Terus Diperkaya

“Menyusun kamus dengan korpus langgam yang beragam, seperti bahasa Betawi, punya kerumitan tersendiri. Saya hanya menyusun berdasarkan kosa kata dasar, sedangkan dialek atau variasi tersebut disertakan dalam keterangan.”

Hal ini disampaikan Abdul Chaer, linguis penyusun Kamus Bahasa Betawi, dalam Seminar Revitalisasi Bahasa dan Sastra Betawi menuju Redevinisi Muatan Lokal Provinsi DKI Jakarta, Rabu (3/6), di Auditorium Maftuhah Yusuf Gedung Dewi Sartika, Universitas Negeri Jakarta. Hadir dalam acara tersebut Deputi Gubernur Bidang Seni, Budaya, dan Pariwisata DKI Jakarta, Sylviana Murni dan tokoh kebudayaan Betawi Yahya Andi Saputra.

Dalam beberapa riset kebahasaan mengenai diksi dan dialek Betawi, lanjut Chaer, ditemukan pula bahwa tuturan orang Betawi seringkali berupa dari serapan bahasa Arab dan Tionghoa. Oleh sebab itu, ia yang mengajar di Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia hingga tahun 2012, mendorong agar riset kebudayaan Betawi, terutama di bidang bahasa dan sastra, harus terus diperkaya.

“Topik riset unggulan jurusan kami salah satunya adalah tradisi lisan Betawi. Ada dua dosen kami yang kajian disertasinya juga mengenai silat dan pantun Betawi,” jelas Sintowati Rini Utami, Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia.

Menurut Sinto, kontribusi juga ditunjukkan dengan aktifnya dosen sebagai pengurus Pusake Betawi dan  kerja sama ketika pemagangan mahasiswa dalam mata kuliah tertentu. Riset dan pengabdian dosen mengenai kebduayaan betawi juga dilakukan secara berkala, sesuai visi program studi Sastra Indonesia agar di tahun 2019 menjadi pusat kajian budaya. (nrs)