SAILAL

 

Sailal Muna Septiani hampir tidak percaya ketika dihubungi salah satu panitia dari Perpustakaan Nasional. Siang itu, ia diminta hadir dalam pemberian penghargaan pemenang Lomba Transliterasi Naskah Kuno Koleksi Perpustakaan Nasional RI. Tidak tanggung-tanggung, ia menyabet juara pertama dalam ajang bergengsi tersebut.

Gadis yang akrab disapa Sailal ini baru menjalani studi dua semester di tingkat strata satu Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Jakarta. Mata kuliah bahasa bantu baru ia peroleh di semseter kedua, namun penjelajahannya terhadap aksara kuno yang punya kerumitan kosa kata, sudah akrab ia kenali sejak ia nyantri. Gadis berpostur mungil ini merampungkan pendidikan dasar hingga menengah atas di lingkungan Pesantren Attaqwa Pusat, Bekasi, Jawa Barat. Lingkungan keluarga saya sangat islami juga membuatnya telah mengenal tulisan arab melayu atau jawi, aksara yang lazim disebut pegon. Keahlian penerjemahan naskah adalah buah dari kebiasaannya bergelut dalam kegiatan maknani alias memaknai arti kitab.

“Belajar tauhid, gramatika bahasa Arab, tata cara beribadah, semuanya menggunakan kitab beraksara pegon,” terang Sailal.

Saat mengikuti lomba, Sailal memperoleh jatah menerjemahkan naskah berbentuk hikayat tentang raja-raja. “Saat itu saya dapat jatah terjemahkan naskah tentang hikayat Raja Zadubkhuh dari Negeri ‘Ajam,” paparnya lugas.

Siti Gomo Atas, pengampu mata kuliah filologi, mengatakan keahlian Sailal sudah tampak sejak awal perkuliahan. “Kemampuan transliterasinya sangat tinggi, ia mendapat nilai tertinggi di kelas dengan skor 90,” kata dosen yang akrab disapa Bu Titi.

Pedoman penerjemahan pada mata kuliah filologi, lanjut Titi, memang mengacu pada standar transliterasi naskah kuno Perpustaaan Nasional. Hal tersebut mendukung bekal Sailal dalam bertanding dan mampu mengalahkan dua kandidat dari Universitas Indonesia yang menempati peringkat kedua dan ketiga.

Prestasi ini adalah capaian membanggakan bagi jurusan. Setiap saat mahasiwa terus didorong untuk mencetak prestasi sesuai bidang keilmuan yang sedang ditempuh. Bahkan, Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Sintowati Rini Utami, sering berkata, “Kalau pun ada mahasiswa yang harus lebih lama menempuh studi atau tidak lulus tepat waktu, alasan yang bisa diterima  cuma satu yaitu sibuk mencetak prestasi sebanyak mungkin,” katanya sambil berkelakar.

Kelakar Ibu Sinto sesungguhnya adalah keseriusan yang dalam. Beliau berharap mahasiswa di jurusan yang ia pimpin harus sukses studi dan sukses kreasi. (nrs)