Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Jakarta, menggelar seminar kebetawian yang sekaligus menjadi pertemuan mata kuliah wajib peminatan angkatan 2017, yaitu mata kuliah Kajian Bahasa dan Budaya Betawi. Acara tersebut berlangsung pada Kamis, 15 April 2021, pukul 12.40 s.d. 14.20 WIB melalui Zoom Meetings. Tema yang diangkat yaitu budaya Betawi dengan subtema permainan anak Betawi. Narasumber dalam bidang tersebut yaitu Dr. Tuti Tarwiyah, dosen Program Studi Seni Musik, UNJ. Beliau melakukan penelitian khusus pada permainan anak Betawi dengan menggunakan nyanyian dan seorang ahli yang siap membagikan ilmunya kepada para mahasiswa dan peserta.

Acara tersebut dimulai dengan pembukaan oleh moderator dari mahasiswa angkatan 2017. Rangkaian acara dilanjutkan dengan sambutan dari dosen pengampu mata kuliah peminatan Kebetawian, Dr. Sam Mukhtar Chaniago, M.Si., serta didampingi istri tercinta yang sekaligus menjadi narasumber, Dr. Tuti Tarwiyah. Sebelum pemaparan materi oleh narasumber berlangsung, dilakukan presentasi oleh satu kelompok mahasiswa mata kuliah Kebetawian dengan membahas topik yang sama, yaitu permainan anak Betawi. Oleh karena itu, acara tersebut diselenggarakan dalam dua sesi. Sesi pertama, pembahasan topik melalui presentasi mahasiswa dan sesi kedua, pembahasan topik oleh narasumber.

Setelah sambutan oleh dosen pengampu mata kuliah selesai, dimulailah sesi pertama, pemaparan materi oleh satu kelompok mahasiswa. Pada kesempatan tersebut, topik utama permainan anak Betawi dijelaskan oleh kelompok melalui screenshare powerpoint. Sebagai awal, kelompok ini memaparkan bahwa permainan itu sendiri ada di setiap negara dan budaya. Suatu negara yang memiliki berbagai suku atau etnis tentu memiliki kultur tersendiri yang membedakannya dengan negara atau etnis lain. Jakarta sebagai ibu kota negara juga memiliki budayanya sendiri, termasuk dalam budaya permainan tradisionalnya. Permainan anak Betawi sebagai salah satu etnis di Jakarta mendapat banyak pengaruh dari luar, seperti Melayu, Arab, dan China, namun secara umum lebih banyak mendapat pengaruh dari budaya Melayu. Selain itu, permainan anak Betawi juga menjadi bagian dari kebudayaan masyarakat daerah lain, seperti Jawa, Sunda, dan lain-lain. Hal ini mengakibatkan adanya kemiripan antara permainan anak Betawi dengan permainan dari daerah-daerah tersebut, biasanya yang membedakannya yaitu pada penyebutan dan peraturan permainannya.

Pembahasan kelompok dilanjutkan dengan lebih spesifikasi pada permainan anak Betawi. Tempo dulu, lingkungan hidup masyarakat Betawi yang memiliki halaman luas membuat anak-anak memanfaatkan alat-alat sekitar untuk bermain, seperti paku, karet, karung, pecahan genteng, dan bola yang dibuat dari pelepah pisang. Selain itu, bisa juga dari biji-bijian, seperti asam klunsu, biji melinjo, biji kemiri, biji sawo, dan buah pinang.  Berbagai macam alat yang sederhana dan mudah didapatkan itu, anak-anak Betawi menciptakan permainan yang sangat kreatif. Mereka dapat memanfaatkan apapun di lingkungan sekitar untuk bermain. Berbagai permainan anak Betawi pun muncul dan dikelompokkan dalam empat klasifikasi, yaitu permainan dengan alat, permainan tanpa alat, permainan dengan lagu, dan permainan tanpa lagu.

Selanjutnya kelompok membahas satu per satu jenis permainan anak Betawi.

Ada permainan gangsing, yang menggunakan kayu berbentuk kerucut untuk kemudian dilemparkan dan dibiarkan berputar. Lompat tali, menggunakan tali yang diputar seiring anak yang melompatinya. Gundu, menggunakan kelereng atau gundu yang disentilkan ke gundu pemain lain. Petak umpet, permainan mencari anak yang bersembunyi. Tuk-tuk ubi, permainan nenek gerondong yang merebut anak dari emaknya. Galasin, permainan anak yang harus menyeberangi garis yang dijaga lawan. Tok kadal, menggunakan kayu bulat yang dicongkel dengan kayu lainnya. Uler-uleran, permainan anak-anak yang berbaris mendendangkan lagu sampai tertangkap seorang anak. Serta membuat mainan dengan buah jarak, daun nangka, dan kulit jeruk menjadi sebuah kereta-keretaan, gerobak-gerobakan, atau mobil-mobilan yang dapat ditarik ke sana ke mari semau pemain. Presentasi mahasiswa ditutup dengan simpulan bahwa permainan anak Betawi merupakan hasil interaksi dengan lingkungan, dapat dilihat dari alat-alat yang digunakan, dan lagu dalam permainan anak Betawi sebagai bentuk sportivitas dan kebersamaan.

Pada sesi kedua, pemaparan materi oleh Dr. Tuti Tarwiyah membuat suasana menjadi edukatif, inovatif, serta inspiratif. Materi yang dibawakan sangat relevan agar masyarakat pada umumnya dan mahasiswa pada khususnya dapat mencintai permainan anak Betawi sebagai budaya yang patut dilestarikan. Dalam kesempatan tersebut, beliau menjelaskan lebih detail tentang permainan congklak, cutik, bekel, dan permainan-permainan lainnya yang dirasa kurang familiar di kalangan masyarakat sekarang. Tidak lupa untuk lebih jelasnya beliau menampilkan foto-foto permainan tersebut, sehingga seiring dengan pemaparan tentang permainan yang sedang dibahas, peserta dapat melihat langsung cara permainannya melalui foto. Penelitian beliau yang mendaftar permainan anak Betawi  juga ditampilkan secara lengkap, dan terjadi komunikasi interaktif mengenai permainan mana yang dikira perlu dibahas lebih dalam.

Beliau juga membahas permainan anak Betawi yang lebih spesifik, yaitu pada permainan anak yang menggunakan lagu. Penelitian beliau yang khusus mencari mengenai topik tersebut membuat rasa penasaran peserta tentang lagu dalam permainan terjawab, sebab dalam presentasi kelompok yang dilakukan mahasiswa tidak diperdengarkan seperti apa lagu yang dinyanyikan dalam permainan anak Betawi. Beliau memainkan rekaman lagu beberapa permainan anak Betawi lengkap dengan menampilkan liriknya. Beliau juga menambahkan bahwa ada beberapa lirik yang tidak sesuai dengan lirik aslinya, sebab lagu ini akan dinyanyikan oleh anak-anak maka liriknya pun perlu disesuaikan dengan lirik yang pantas dinyanyikan oleh anak-anak. Meski demikian, lirik tersebut tetap sesuai dengan irama lagu. Para peserta menyimak lagu-lagu permainan anak Betawi dengan saksama.

Setelah pemaparan materi oleh narasumber selesai, beberapa hal juga disampaikan oleh dosen pengampu mata kuliah ini yaitu Dr. Sam Mukhtar Chaniago, M.Si., dalam serangkaian perbicangan dengan narasumber Dr. Tuti Tarwiyah dan terkait dengan pembahasan pada acara ini. Beliau menjelaskan pengalaman kebetawiannya, terkhusus pada permainan anak Betawi sebagai pelaku utama yang dahulu pernah memainkan permainan anak Betawi. Beliau menekankan beberapa aturan main yang terjadi pada permainan yang sesungguhnya. Beliau juga menceritakan pengalaman bermain permainan anak Betawi yang membuat terbangun interaksi dengan peserta. Selesai sesi tanya jawab, simpulan dari Bapak Sam pun menandai berakhirnya acara ini. Rangkaian acara ditutup oleh moderator dengan ucapan terima kasih dan juga sesi foto bersama.