DRAMA TARI CINTA SAKTI

[easingslider id=”391″]

Pementasan drama tari berjudul Cinta Sakti diadakan pada Jumat, 28 Juni 2019 di Aula Latief Hendraningrat Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Drama tari ini merupakan sebuah pertunjukan dalam rangka Ujian Akhir Semester (UAS) Mata Kuliah Keterpaduan Seni semester 110 Program Pendidikan Tari angkatan 2016 Fakultas Bahasa dan Seni (FBS), UNJ. Tampak hadir dosen pengampu mata kuliah Keterpaduan Seni yang juga merupakan pembimbing dalam proses pembuatan drama tari tersebut Bapak Ojang Cahyadi, S.Sn., M.Pd, beserta Koordinator Program Studi (Prodi) Pendidikan Tari Ibu Dr. Dwi Kusumawardani, M.Pd.

Drama tari Cinta Sakti diadaptasi dari kisah perjuangan cinta Gusti Retno Adjeng Dumilah (Putri Kerajaan Majapahit) dengan Laksamana Hang Tuah (Panglima Kesultanan Malaka). Sebuah kisah sejarah yang berujung pada             pengorbanan sebuah kesetiaan. Diawali dengan pembacaan prolog oleh Brenda mahasiswa Pendidikan Tari yang berperan sebagai Gusti Raden Kanjeng Ratu Majapahit, yaitu Ibunda dari Gusti Retno Adjeng Dumilah yang diperankan oleh Elita. Dalam prolognya tersebut ia menceritakan bahwa ini kisah tentang pengorbanan cinta dari seorang putri Kerajaan Majapahit yang harus berhadapan dengan dua pilihan hidup, “Tunduk pada Sang Agung, atau ingkar demi segenggam perasaan”. Demikian sebagian prolog yang disampaikan olehnya.

Adegan pertama pada drama tari ini menggambarkan rasa rindu Gusti Retno Adjeng Dumilah dengan Laksamana Hang Tuah. Ia menyampaikan perasaan resah dan gelisah kepada ibundanya tentang penantian kabar dari negeri Malaka. Panglima Kesultanan Malaka pernah berjanji jika ia akan kembali ke tanah Majapahit, tetapi janji tersebut hingga kini belum juga ia tepati. Putri Kerajaan Majapahit akhirnya bertekad untuk menyusul Laksamana Hang Tuah ke negeri Malaka. Ibunda Gusti Retno Adjeng Dumilah tidak bisa melarangnya, akhirnya diantarkanlah Gusti Retno Adjeng Dumilah oleh ibundanya Gusti Raden Kanjeng Ratu Majapahit ke Gunung Ledang di tanah Malaka. Adegan kedua menggambarkan perjalanan Gusti Retno Adjeng Dumilah ke Malaka yang diantarkan oleh ibundanya ke sebuah gunung di tanah malaka yaitu tempat di mana Gusti Retno Adjeng Dumilah akan menunggu untuk dipertemukan kembali dengan Laksamana Hang Tuah. Adegan ketiga menceritakan tentang pertemuan Gusti Retno Adjeng Dumilah dengan Laksamana Hang Tuah. Selanjutnya adegan keempat terjadi perang antara Majapahit dan Demak, pada adegan ini suasana perang dikemas dengan balutan suasana komedi yang menggambarkan perseteruan antara Panglima Majapahit dengan Demak, semua penonton pun tertawa melihat adegan perang tersebut yang dikemas dengan suasana komedi yang sangat lucu. Adegan kelima hingga keeenam menceritakan perjodohan hingga dilema peminangan Gusti Retno Adjeng Dumilah oleh Laksamana Hang Tuah. Pada adegan terakhir, diceritakan di dalam drama tari ini Sultan Malaka melakukan 7 Sumpah Raja Malaka, yaitu 7 syarat peminangan untuk Gusti Retno Adjeng Dumilah yang berakhir dengan ia harus mengorbankan darah putrinya sendiri. (SO)