PEKAN SENI #3 NEGATIF-POSITIF

Pada tanggal 25–29 Maret 2019 Himpunan Mahasiswa Program Studi (Prodi) Seni Rupa Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) Universitas Negeri Jakarta menyelenggarakan acara Pekan Seni. Tema kegiatan pekan seni kali ini yaitu PEKAN SENI #3 dengan tema NEGATIF-POSITIF. Pekan Seni merupakan acara festival seni yang diselenggarakan selama satu pekan. Dalam acara ini, terdapat berbagai kegiatan antara lain art exhibition, performance art, street art, workshop, bazaar, artist talk, dan live band. Tahun ini merupakan penyelenggaraan yang ketiga kalinya setelah beberapa tahun terakhir sempat tidak terselenggara. Acara ini merupakan wujud realisasi pembelajaran seni yang sejalan dengan Prodi Seni Rupa dan sekaligus menjadi ruang apresiasi terhadap mahasiswa dalam mengeksplorasi bentuk-bentuk pendidikan seni.

Kegiatan yang berlangsung selama sepekan ini diawali dengan rangkaian acara pembukaan pameran, artist talk, dan talkshow dengan tema Untuk Apa Sekolah Seni?” oleh Serrum pada Senin, 25 Maret 2019. Selain itu juga, diselenggarakan berbagai workshop seperti batik, desain poster, melukis cat air, keramik, fotografi, cukil lino, stensil, serta membuat kertas dan sulam yang diselenggarakan dari hari Selasa–Kamis, 26–28 Maret 2019.  Kemudian, diselenggarakan pula performance art jamming pada hari Rabu, 27 Maret 2019. Di hari terakahir, ada street art jamming, mini bazar, dan live band performance pada hari Jumat 29 Maret 2019.

Pameran dibuka oleh Rektor UNJ,  Prof. Intan Ahmad, Ph.D. yang turut didampingi juga oleh Prof. Dr. Sofyan Hanief, M.Pd. selaku Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan. Turut hadir pula Dekan Fakultas Bahasa dan Seni, Dr. Liliana Muliastuti, M.Pd., yang didampingi Wakil Dekan Bidang Akademik, Dr.  Ifan Iskandar, M.Hum, dan Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan, Dr. Syamsi Setiadi, M.Pd.

Negatif-Positif dipilih oleh tim kurasi yakni Ibu Jeong Ok Jeon, BFA, MFA, Anung Asasongko dan Dayna Fitria untuk mempertanyakan kembali unsur-unsur dalam aspek kehidupan yang dirasakan oleh setiap orang. Dari hal tersebut, tema ini mencakup makna pembelajaran yang berbentuk proses dari ketidaktahuan menjadi sebuah pengetahuan. Di sisi lain, Negatif-Positif dapat dimaknai sebagai esensi dari prinsip keseimbangan hidup di alam semesta. Seperti halnya konsep Yin-Yang, segala aspek dalam kehidupan memiliki sisi yang berlawanan sekaligus saling mendukung satu sama lain, seperti gelap-terang, keras-lunak, wanita-pria, hitam-putih, kejahatan-kebaikan, dan lain sebagainya. Ini adalah cara hidup dan cara kerja alam semesta. Kekuatan negatif-positif ini ada, tidak hanya untuk menciptakan konflik, tetapi lebih untuk membawa keseimbangan dalam kehidupan. Jika satu kekuatan menjadi dominan, kekuatan lain akan muncul untuk menyelaraskan hidup. Jurusan Seni Rupa melalui Koordinator Kemasiswaan, Eko Hadi Prayitno, M.Pd., ACA, menyampaikan bahwa melalui tema ini, seniman dan mahasiswa diharapkan mampu untuk mengeksplorasi daya kreasi dalam berbagai konteks kehidupan.

Tema tersebut kemudian direspon oleh lima seniman aktif yang memberikan kontribusi pada dunia seni kontemporer di Indonesia dalam Pameran Karya Seni yang bertajuk COUNTERBALANCE. Pameran ini bertempat di Galeri Gedung Dewi Sartika L.2 dan merupakan bagian dari rangkaian kegiatan Pekan Seni. Masing-masing seniman memiliki minat artistik dan bahasa kreatif yang berbeda. Achmad Krisgatha adalah seniman media baru yang perhatiannya terletak pada pengalaman seni dalam sebuah ruang. Instalasi neon miliknya mengisi dan dipantulkan dalam sebuah ruang menampilkan kepenuhanan cahaya yang berbentuk abstrak dan kekosongan material itu sendiri. “Arman” Arief Rachman menciptakan sepasang instalasi wood cut yang mewakili konsep berlawanan antara gelap dan cahaya. Dengan karyanya yang didorong oleh kerajinan namun juga merupakan konseptual yang bercerita, Arman mencari kebenaran dalam hidup. Gelar Agryano Soemantri menyajikan sudut pandang kritisnya terhadap suasana politik Indonesia di masa sekarang. Menggunakan aplikasi smartphone, ia mendistorsi dan mengejek gambar iklan kampanye politik yang telah meneror pandangan kota. Seorang seniman multimedia Muhammad Akbar mengusulkan posisi ganda subyek-obyek melalui potret videonya yang menunjukkan pandangan melayang yang bukan milik salah satu atau yang lain. Minat Reza Zefanya Mulia yang sedang berlangsung dalam apresiasi seni ditunjukkan melalui karya partisipatifnya. Dengan meminta anak-anak menanggapi peralatan menggambarnya sebagai pencipta aktif, Zefan menantang fenomena art-selfie di Indonesia.

Selain lima seniman undangan tersebut, pameran ini juga diisi oleh seniman yang sudah melakukan submisi karya dari berbagai daerah melalui open submission sejak tanggal 14 Februari–1 Maret 2019. Kemudian dilakukan tahap seleksi dan kurasi karya yang menghasilkan empat belas nama seniman berikut, Agung Tri Laksono (UNIPA), Amy Zahrawan (UNJ), Andri Kurniawan (UPI), Bayu Prasetyo (UNJ), Fauzi Ubaidillah (UNJ), Indra Purwana (UPI), Jason Martua Manalu (UNJ), Kholif Mundzira (ISI Yogyakarta), Oriana Dizza (IKJ), Riki Alpiyanto (UNJ), Riyan Dwi (UNIPA), Tyo Mochi (UNSADA), Widi Wardani (UPI), Yovi Randi (UNIPA). (RD)