Talkshow dalam Rangka Kuliah Perdana 2020

Pada Sabtu, 26 September 2020 diadakan Talkshow dalam rangka kuliah perdana mahasiswa baru Program Studi (Prodi) Pendidikan Musik angkatan 2020. Acara tersebut diadakan secara daring melalui aplikasi zoom dan youtube. Acara tersebut wajib bagi mahasiswa baru angkatan 2020 dan dihadiri oleh mahasiswa dari berbagai angkatan, alumni, dosen, Koorprodi Pendidikan Musik, dan Wakil Dekan I Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) UNJ. Peserta umum dari luar UNJ juga turut hadir dalam acara tersebut. Acara tersebut menghadirkan Erwin Gutawa sebagai narasumber pertama dengan menyampaikan topik Berkarya di Masa Pandemik. Narasumber kedua, Koorprodi Pendidikan Musik, Ibu Rien Safrina, dengan mengusung tema Tantangan Pendidik Musik di Masa Pandemi.

Acara diawali dengan menyanyikan lagu Indonesia raya secara bersama-sama. Kemudian sambutan Wakil Dekan I, Bapak Ifan. Acara selanjutnya diisi oleh pemateri pertama, Ibu Rien Safriena dan dilanjutkan oleh pemateri kedua Erwin Gutawa. Pada acara tersebut, pembicara pertama, Ibu Rien Safrina menekankan bahwa era saat ini merupakan era abad 21 sehingga kemampuan di bidang teknologi harus dimiliki oleh setiap mahasiswa. Ditambah lagi dengan fenomena pandemi yang sedang terjadi di Indonesia, sehingga guru khususnya pendidik musik harus siap menggunakan teknologi sebagai media pembelajaran. Dengan dimilikinya kemampuan teknologi, mahasiswa yang nantinya akan menjadi guru harus siap menghadapi segala tantangan dan keadaan yang terjadi.

Talkshow dilanjutkan oleh pembicara kedua yaitu Erwin Gutawa. Beliau menuturkan bahwa terdapat beberapa komponen dalam membuat karya. Komponen pertama, harus suka dahulu. Kunci tersebut menjadi dasar pertama dalam membuat karya. Apabila tidak didasari dari rasa suka, sebuah karya akan sulit dibuat. Jika dapat dibuat akan terkesan memaksakan dan berdampak kurang baik bagi pencipta maupun pendengar. Komponen kedua, menjadi diri sendiri. Dalam membuat karya, kita harus menjadi diri sendiri. Boleh kita memiliki idola siapapun maupun menyukai musik karya seseorang, namun hal tersebut cukup sebagai inspirasi dan tidak menjadikan kita seperti orang yang kita idolakan. Kita harus tetap menjadi diri kita sendiri, sehingga karya yang dibuat mampu mencerminkan diri sendiri. Komponen ketiga, menyukai Indonesia. Dalam menciptakan karya musik, Erwin selalu mempertahankan aspek kecintaannya terhadap Indonesia. Beliau menuturkan bahwa Indonesia adalah sumber inspirasi yang luar biasa. Indonesia memiliki keistimewaan baik demografinya, masyarakatnya, keberagamannya, musik tradisi yang dimiliki, dan sebagainya. Komponen selanjutnya dalam berkarya adalah harus nekat. Apabila tidak memiliki keberanian dalam berkarya akan menghambat proses penciptaan. Jika tidak segera membuat karya padahal sudah ada inspirasi, bisa jadi akan keduluan orang lain. Maka poin nekat harus dimiliki seseorang dalam berkarya. Komponen terakhir, berusaha semaksimal mungkin. Hal tersebut akan membawa pada kondisi golden moment di mana kita akan menemukan titik terbaik saat berusaha semaksimal mungkin dalam berkarya.

Erwin juga menyampaikan empat poin utama yang harus ada dalam berkarya antara lain Inspirasi, usaha (effort), ilmu/pengetahuan, dan referensi. Keempat poin tersebut menjadi aspek utama terciptanya sebuah karya musik. Apabila salah satu saja hilang, maka tidak akan terbentuk karya musik yang baik. Setiap composer atau pencipta karya musik harus memiliki rasa terhadap melodi (sense of melody), rasa terhadap irama dan ketukan (sense of rhythm), dan rasa harmoni (sense of harmony). Rasa tersebut akan menentukan kualitas karya musik yang dibuat. Hal terakhir yang disampaikan sebagai kepada mahasiswa Prodi Pendidikan Musik adalah harus membangun networking. Sepandai apapun dan sebagus apapun karya musik tanpa adanya networking, karya tersebut hanya akan didengar diri sendiri tanpa mengetahui pendapat orang lain. Networking juga membuka peluang dalam berkarier di dunia industri musik. Beliau juga berpesan bahwa mahasiswa yang sebagian besar lahir pada era generasi milenial dan generasi z harus memiliki kemampuan teknologi. Saat ini industri digital sudah canggih, sehingga mampu memanfaatkan teknologi dengan sebaik-baiknya. Jangan sampai diperbudak oleh teknologi, sebaliknya kuasai dan kendalikan teknologi agar dapat bekerja untuk kita.