Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa pada tahun 2018 ini kembali menyelenggarakan sayembara penulisan bahan bacaan literasi tingkat nasional. Sayembara penulisan bahan bacaan literasi ini bertujuan untuk menghasilkan bahan bacaan literasi yang akan  digunakan di sekolah,  keluarga,  dan masyarakat. Kegiatan ini diadakan untuk mendukung penerapan Permendikbud  Nomor 23 tahun 2016 dan menopang Gerakan Literasi Nasional yang dicanangkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

 Setelah melalui serangkaian proses penjurian yang panjang, akhirnya pada Senin 21 Mei 2018, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan 73 buku terpilih dari seribu naskah buku yang diterima panitia. Di antara 73 buku terpilih tersebut adalah buku yang ditulis oleh salah satu alumnus Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Imam Arifudin. Ia juga alumnus PPG SM3T Bahasa Indonesia Angktan ke-5 (biasa disebut Laskar Bahasa V). Imam menulis buku berjudul Deli dan Teteruga Kampung Bahari yang mengisahkan seorang anak yang berjuang untuk melestarikan penyu dari kepunahan.

 Teteruga diambil dari bahasa Biak yang berarti penyu. Buku ini menceritakan tokoh seorang anak bernama Deli yang merasa prihatin terhadap kebiasaan teman-temannya yang suka berburu penyu untuk diambil tempurungnya menjadi aksesori seperti gelang, kalung dan lain-lain. Deli menyadari bahwa kebiasaan itu adalah kebiasaan yang akan mengancam kelestarian penyu di kampungnya. Dengan di dukung oleh guru dan kakeknya, ia kemudian berhasil mengajak teman-temannya untuk berhenti menangkap dan berburu penyu.

 Buku ini adalah buku kedua yang berhasil lolos dari penilaian Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa sebagai bahan bacaan literasi nasional. Tahun 2017 lalu, ia juga meloloskan buku cerita anak yang mengangkat perjuangan seorang anak perbatasan dalam kegiatan kepramukaan di Jakarta.

 Latar belakangnya yang pernah mengabdikan diri sebagai guru Sarjana Mendidik di Daerah Terdepan, Terluar, Tertinggal (SM-3T) membuatnya banyak mengambil inspirasi dalam menulis bukunya. Kedua buku yang ditetapkan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa sebagai bahan bacaan literasi nasional pun menceritakan latar tugas pengabdiannya ketika menjadi guru SM-3T di Kepulauan Ayau, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat.

 Setelah ditetapkan sebagai buku terpilih, para penulis buku Gerakan Literasi Nasional kemudian akan mengikuti serangkaian proses penyempurnaan melalui beberapa kali pertemuan penulis yang dijadwalkan panitia. Penyelarasan akhir buku pun akan melibatkan Pusat Kurikulum dan Perbukuan untuk menjaga kualitas buku yang baik. Dengan adanya pengadaan buku literasi nasional ini diharapkan mampu memenuhi kebutuhan literasi anak Indonesia yang semakin tinggi. Salam literasi. (IAr)