Pada Kamis 26 Oktober 2017, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa menggelar diskusi film dokumentasi hasil penelitian bahasa dan sastra sebagai salah satu rangkaian acara dalam memeriahkan Bulan Bahasa. Kegiatan tersebut diselenggarakan di Aula Gedung Samudra Lantai 2 Badan Bahasa. Diskusi film dokumenter hasil penelitian bahasa dan sastra membahas kurang lebih lima hasil penelitian terbagi atas tiga sesi, sesi pertama pemutaran dokumentasi bahasa Berbai (Woda), pertunjukan teater ‘DulMuluk’. Sesi kedua pemutaran tradisi lisan di Alor dan Banten. Sementara itu, sesi ketiga menayangkan dokumentasi Sandur dan konservasi manuskrip. Kegiatan tersebut dihadiri sekitar 200 peserta dari berbagai kalangan mulai dari mahasiswa, dosen, hingga peneliti.

Tampak hadir, Koorprodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) FBS UNJ Ibu N. Lia Marliana, dosen Prodi PBSI FBS UNJ Bapak Sam Mukhtar Chaniago (yang juga wakil ketua Pusake Betawi FBS UNJ), Ketua Pusake Betawi FBS UNJ (Ibu Tuti Tarwiyah Adi, para guru PPG SM3T Bahasa Indonesia (yang akrab disapa Laskar Bahasa V), dan para guru pamong SMAN 31.

Kegiatan tersebut secara resmi dibuka  oleh Dr. Urip Danu Ismadi, M. Pd. selaku Kepala Pusat Pengembangan dan Perlindungan. Dalam sambutannya, beliau menjelaskan bahwa dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini, pemetaan bahasa memiliki urgensi yang tinggi, yakni sebagai sarana pendukung untuk menguatkan ‘bangunan’ Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dibangun dari keanekaragaman bahasa, tetapi dipersatukan dengan bahasa, bahasa Indonesia.

“Penelitian ini dilakukan salah-satunya bertujuan untuk menginventarisasi bahasa di Indonesia yang diperoleh dari hasil pengumpulan data bahasa primer di lapangan dan hasil analisisnya,” ujarnya.

Hal senada juga disampaikan salah satu narasumber, Bapak Tomi bahwa diskusi film dokumentasi berbeda dengan film-film lainnya karena beda ranahnya juga. Tujuannya bukan untuk menghibur, melainkan melaporkan hasil penelitian yang sudah dilakukan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.

“Dalam penelitian, sekurang-kurangnya harus memenuhi empat bahan penelitian, yaitu penulis/produser, juru kamera, audioman, dan pembantu produksi. Penelitian untuk dijadikan film dokumenter harus meliputi semua kegiatan,” pungkasnya.

Diskusi film dokumenter hasil penelitian bahasa dan sastra sangat bermanfaat untuk mengukuhkan jati diri dan persatuan warga di Negara Kesatuan Republik Indonesia serta agar semakin paham akan budaya dan kearifan lokal yang terdapat di wilayah pakai dan persebaran bahasa di Indonesia. (Dewi, Bambang, Ria)